Senantiasa Berusaha Memperbaharui Keimanan

Tulisan ini didedikasikan bagi kaum muslimin yang  bertekad mati dalam keadaan husnul khotimah…

Bismillahirrohmanirrohim..

Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kami sampaikan kepada kekasih kami, Rasulullah SAW.

Wahai saudaraku, sesungguhnya Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا

“Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa yang inkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulnya dan dan hari akhir, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Annisa:136)

Menarik mencermati perintah pada awal ayat tersebut. Mengapa orang yang sudah beriman, yang dipanggil dengan panggilan orang yang beriman, kemudian diperintahkan kembali untuk beriman? Imam Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya mengenai ayat tersebut. Sesungguhnya perintah beriman di sana berarti perintah bagi orang beriman untuk selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan keimanannya. Orang yang sudah beriman sekalipun harus senantiasa berusaha dan bersungguh-sungguh menguatkan keimanan yang telah ada di dalam dirinya sehingga tidak menjadi lemah atau bahkan luntur. Tak peduli setinggi apapun keimanannya, tak peduli sehebat apapun pengorbanan yang sudah dilakukannya, seorang mu’min harus selalu berusaha keras memupuk keimanan di dalam dirinya akan Allah, Rasulullah, Al-Qur’an, dan kitab-kitab terdahulu.

Wahai saudaraku, pernahkah terlintas di pikiranmu untuk memperbaharui keimanan yang telah engkau miliki? Pernahkah engkau berusaha sedikit saja menyengajakan diri untuk memperbaharui keimanan? Atau, tahukah kau bahwa keimanan dalam dirimu itu perlu untuk terus diperbaharui?

Mungkin banyak diantara kita, termasuk penulis sendiri, yang terkadang merasa semangat beribadahnya menurun, dorongan untuk melakukan amal baik berkurang, atau kekuatan untuk melawan hawa nafsu melemah. Saat-saat seperti itu hampir pasti dialami oleh semua muslim. Saat itulah keadaan iman manusia melemah. Ia seolah tak sanggup lagi menahan godaan untuk melanggar perintah Allah. Ia seperti tak punya cukup kekuatan untuk menaati Allah. Dan pada saat-saat itulah seorang mu’min mencapai tahapan yang kritis dalam hidupnya. Bagaimana jika saat itu Allah mencabut nyawa dari tubuhnya? Bagaimana jika keadaan imannya itu tidak menjadi semakin baik setelah itu? Bagaimana jika ia akhirnya malah terjerumus ke jurang kenistaan karena berkubang terlalu lama dalam keadaan seperti itu? Sungguh, wahai saudaraku, takutlah engkau kepada Allah jika memang saat ini dirimu berada pada kondisi seperti itu. Takutlah jika Allah memanggilmu dan kau mengakhiri hidupmu dalam keadaan keimanan yang lemah seperti saat ini.

Tahukah kau wahai saudaraku, bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang? Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Hal itu telah diketahui dan disadari betul oleh para sahabat, tabi’in dan para ulama ahlu sunnah sejak zaman dahulu (salaf) hingga hari ini (khalaf). Itulah perlunya keimanan seseorang harus terus diperbaharui. Maka berusaha untuk memperbaharui iman menjadi sebuah keniscayaan yang tak dapat disangkal lagi bagi para penempuh jalan takwa. Dan jalan untuk memperbaharui keimanan itu sangat banyak. Di antara yang paling utama dalam memperbaharui keimanan adalah memperbanyak ucapan tahlil dan menghayatinya dengan sungguh-sungguh.

“Laa ilaaha illa Allah.. Tidak ada ilah selain Allah.. Tidak ada sesembahan selain Allah.. Tidak ada idola selain Allah.. Tidak ada yang pantas dipuja dan dipuji selain Allah.. Tidak ada yang pantas ditakuti selain Allah.. Tidak ada yang pantas digandrungi selain Allah.. Tidak ada yang diharapkan kecuali Allah.. Tidak ada tempat bergantung selain Allah…”

Lafadz tahlil adalah cabang keimanan yang paling tinggi. Puncak dari segala kebaikan. Ia berada dalam tingkat yang paling luhur dalam Islam. Tak ada lagi setelah itu. Maka memahami dan menghayati dengan penuh kesungguhan makna tauhid dengan memperbanyak tahlil adalah sarana memperbaharui keimanan yang paling ampuh.

Cobalah wahai saudaraku, kau luangkan waktumu sejenak untuk berkhalwat (menyendiri) dengan Allah. Menghindarlah barang sejenak dari riuhnya kehidupan ini. Menjauhlah sejenak dari manusia, siapapun dia. Lalu ucapkanlah dengan penuh kesungguhan dan ketulusan ucapan tahlil yang agung itu. Resapi setiap maknanya. Pahami betul apa makna ilah yang terkandung di dalamnya. Ucapkan secara perlahan dan syahdu. Dengarkanlah dengan hatimu sendiri suara lirih ucapanmu. Sungguh hal itu lebih baik daripada kau mengucapkannya keras-keras dan tergesa-gesa. Hinakanlah dirimu di hadapan Allah. Rendahkanlah suaramu, sesungguhnya Allah Pemilik langit dan bumi ini Maha Mendengar apa yang kau ucapkan. Kemudian rasakanlah wahai saudaraku, akibat yang didatangkan dari kekhusyu’anmu tersebut. Saat itulah seharusnya engkau memiliki hati yang ikhlas, pikiran yang jernih, dan semangat yang besar untuk meminta ampun atas segala dosa, bertekad kuat untuk tidak terjerembab ke dalam kemaksiatan, dan memiliki motivasi tinggi untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada manusia.

Sadarilah wahai saudaraku, sesungguhnya Allah, Sang Penguasa Langit dan Bumi ini, sangat sayang kepadamu. Ia mencintaimu jauh melebihi cintamu pada-Nya. Ia menginginkan kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Maka kemudian Allah memfasilitasi kita dengan seisi dunia ini. Diberikannya kita ruh yang dengannya kita hidup. Diberikannya kita makanan yang dengannya kita memperoleh energi. Diberikannya kita anggota tubuh yang dengannya kita dapat mengerjakan berbagai aktivitas. Diberikannya kita akal yang dengannya kita dapat berpikir. Semua itu diberikan dengan satu tujuan, agar dapat dioptimalkan kegunaannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Tapi kemudian kebanyakan manusia menjadi penentang yang nyata. Mereka memandang dunia ini hanya sebagai kesenangan. Mereka menjual ridho Allah dengan kesenangan yang hanya sesaat. Seolah-olah mereka akan selamanya hidup dan tak pernah mati. Seolah-olah mereka bebas melakukan segalanya dan Allah tak melihatnya dan tak akan meminta pertanggungjawaban amal kepadanya. Na’udzubillahi min dzalik.

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah ilusi. Kesenangan dan penderitaan di dalamnya hanyalah ujian kehidupan. Allah tak memerintahkan kita agar menyelesaikan semua permasalahan hidup kita. Sepahit dan sesulit apapun penderitaan hidup yang kita hadapi tidak dituntut oleh Allah agar dibereskan seorang diri. Tidak wahai saudaraku. Allah hanya meminta kepada kita agar menjadi orang yang bertakwa. Cukup itu saja. Segala kepayahan dan kenikmatan hidup ini hanya sarana yang harus ditempuh untuk mencapai derajat takwa.

Jika ada seorang anak sekolah yang mendapat soal yang sangat sulit ketika ujian, apakah Allah akan menuntutnya di yaumil akhir nanti ketika ia salah dalam menjawab soal tersebut? Tidak wahai saudaraku. Tapi Allah akan menuntutnya jika ia tidak jujur dalam menjawab soal itu karena ia mencontek atau menipu gurunya saat mengerjakan soal tersebut meskipun jawabannya benar. Perhatikanlah saudaraku, perhatikan baik-baik analogi anak sekolah yang mengerjakan soal tersebut. Persis seperti itulah penilaian seluruh amal-amal kita di dunia ini. Tak ada yang berbeda sama sekali. Allah hanya akan menilai apakah seseorang itu berusaha menjadi orang yang bertakwa atau tidak dalam setiap drama kehidupan yang ia jalani di dunia. Tak jadi soal apakah permasalahannya di dunia itu benar atau salah di mata manusia. Tak jadi soal apakah permasalahnnya itu selesai atau tidak atau bahkan menjadi tambah runyam. Tidak, Allah tidak mempermasalahkan itu semua. Biarlah Allah yang mengurusnya karena memang itu tugas Allah. Tugas manusia hanya menjadi orang yang bertakwa.

Maka kau akan mengerti bahwa sebenarnya status apapun yang kau sandang di dunia ini hanyalah status palsu. Pekerjaan apapun yang kau kerjakan dan kau banggakan setiap harinya itu hanyalah pekerjaan sampingan. Pekerjaan utamamu di dunia ini adalah beribadah. Statusmu di dunia ini yang hakiki adalah hamba Allah. Tidak kurang dan tidak lebih. Lalu mengapa kau lebih sibuk dengan urusan pekerjaan sampinganmu daripada pekerjaan utamamu? Mengapa kau lebih peduli pada status sosialmu dan mengabaikan statusmu yang utama sebagai hamba Tuhanmu? Renungkanlah itu semua wahai saudaraku. Benamkanlah itu dalam pikiran dan hatimu yang terdalam saat kau mengucap lafadz tahlil. Dan kau akan segera mengerti makna ilah yang kau ucapkan dalam zikirmu tersebut

“Laa ilaaha illa Allah… Tidak ada Tuhan selain Allah…”

Kemudian, dan ini bagian yang tidak kalah pentingnya, setiap kita harus terus berupaya untuk memperbaharui keimanan dengan ketaatan. Mengapa ketaatan itu sangat penting dalam memperbaharui keimanan? Jawabannya adalah karena ketaatan itu akan mengantarkan seseorang pada ketaatan yang lain. Dan ketaatan yang lain itu akan mengantarkan pada ketaatan yang lain lagi. Dan begitulah seterusnya semua ini berantai-rantai dalam suatu ikatan kebaikan.

Wahai saudaraku yang dirahmati Allah, saya akan menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang sangat luar biasa. Hadits ini begitu indah dan menyampaikan rahasia kehidupan yang sangat indah. Rahasia yang sangat jarang sekali orang yang memahaminya. Pahamilah baik-baik hadits ini dan temukanlah rahasia tersebut:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah Ta’ala berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok, Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari”. (H.R. Bukhori)

Dapatkah kau menemukan rahasia tersebut wahai saudaraku? Sesungguhnya rahasia tersebut ada pada persangkaan dan ikhtiar manusia kepada Allah. Allah akan mengingat kita selama kita mengingat-Nya. Allah akan selalu bersama dan menuntun kita selama kita berusaha mendekat kepadanya. Ya, kita sebagai hamba hanya perlu berprasangka baik kepada Allah dan berusaha mendekat. Benar saudaraku, kita hanya perlu mendekat dan Allah akan jauh lebih mendekat kepada kita. Seberapa besar usaha kita mendekat kepada Allah, maka Allah akan mendekat kepada kita dengan jauh lebih dekat lagi. Pertanyaannya, sudahkah kita berusaha mendekat kepada Allah? Jika sudah, seberapa besar usaha kita untuk mendekat kepada-Nya?

Saya khawatir, banyak orang yang membaca hadits ini tapi tidak menemukan rahasia yang dimaksudkannya. Mereka tidak memahami betapa baiknya Allah kepada manusia. Padahal, yang perlu dilakukan oleh manusia hanya tinggal mendekat kepada Allah. Jika Anda mendengar azan, maka berusahalah mendekat. Jika Anda mendengar ada ceramah, maka berusahalah mendekat. Jika Anda melihat ada buku agama, maka berushalah mendekat. Allah berjanji akan memberikan petunjuk kepada mereka yang berusaha mendekat jauh melebihi usaha mereka dalam mendekat tersebut. Apakah itu berarti tiba-tiba saja dia akan mendapatkan rezeki nomplok dari langit? Ataukah tiba-tiba saja semua persoalannya selesai dengan cara yang misterius dalam waktu sekejap? Tidak wahai saudaraku, bukan begitu caranya.

Ada seseorang yang pergi ke masjid karena mendengar suara azan shubuh. Kemudian setelah ia sholat shubuh, tanpa ia sangka-sangka ternyata di masjid ada pengajian padahal ia sama sekali tidak mengetahui sebelumnya bahwa akan ada pengajian. Lalu dia ikuti pengajian tersebut dan mendapatkan banyak ilmu baru. Selesai pengajian, ia berkenalan dengan sang ustadz penceramah dan mendapatkan kawan baru. Subhanallah, demikianlah Allah mendekat kepada hamba-Nya melalui berbagai macam cara. Orang yang tadinya hanya ingin sholat saja di masjid, ternyata ia mendapatkan banyak keutamaan. Keutamaan mengerjakan sholat berjama’ah di masjid, keutamaan menuntut ilmu, dan keutamaan menjalin silaturahim. Masya Allah, Allah memudahkan seorang hamba untuk mengerjakan ketaatan karena ketaatan yang lainnya. Itulah salah satu cara Allah dalam mendekatkan hamba-Nya kepadanya.

Kita tidak diminta untuk menempuh perjalanan jauh menuju surga dengan usaha kita sendiri. Kita hanya diperintahkan untuk mendekat kepadanya dan Allah yang akan menyampaikan kita ke surga-Nya. Maka mulai saat ini, berusahalah untuk mendekat kepada-Nya. Datangilah masjid-masjid untuk menunaikan sholat di dalamnya. Bacalah Al-Qur’an dan tadabburilah isinya. Sedekahkanlah hartamu dan bantulah sesama. Semakin banyak jalan-jalan ketaatan yang kita tempuh untuk mendekat kepada-Nya, maka semakin mudah jalan kita untuk menggapai cintanya dan husnul khotimah. Insya Allah.

Wallahu a’lam bis showab,

Allahumma sholli ‘ala Muhammad

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment